HASIL WAWANCARA
Wawancara
ini dilaksanakan pada proses pelaksanaan studi lapangan di Lembaga
Permasyarakat Wanita Kelas IIA Sukun, Malang, tepatnya di aula serbaguna di
samping pewawancara lain. Interviewer terdiri atas menggunakan inisial A dan E dengan narasumber salah satu narapidana Lapas Wanita
yang bertempat di Blok IV kamar 1 yaitu B (inisial ibu Beng) yang berusia 42
tahun. Berikut proses wawancara kami:
A : Assalaamu’alaikum, ibu. (sembari bersalaman dengan B, disusul
E menyalami B). Saya Azizah, dan ini teman saya Enda ingin meminta waktu ibu
sebentar guna wawancara. Kami harap ibu berkenan kami wawancarai.
B : Iya, nggak apa-apa, mbak. (tersenyum)
E : Sebelumnya maaf, bu. Apabila kami menggangu aktivitas ibu.
Bisa dimulai ?
B : (mengangguk)
A : Siapa nama ibu? Dan berusia berapa sekarang ?
B : Nama saya Beng, mbak. Umur saya sudah 42 tahun.
E : Ibu berasal darimana?
B : Saya asli Pemalang, Jawa Tengah.
A : Ibu sudah berapa lama di sini?
B : Sudah setahun tiga hari, mbak. Jadi saya ninggal anak saya yang
di Pemalang, mbak. Saya khawatir sekali dengan anak-anak saya.
E : Oh, putra putri ibu ada berapa?
B : Anak saya empat, mbak. 3 laki-laki, 1 perempuan. Masih
kecil-kecil, mbak. Yang paling besar berumur 12 tahun, dan yang paling kecil
umurnya 2 tahun.
A : Berarti anak-anak sekarang tinggal sama bapak?
B : Nggak, mbak. Mereka tinggal sendiri, paling ada saudara saya
yang menemani sesekali. Suami saya sudah meninggal 3 sebelum saya di penjara.
A : Meninggal karena apa?
B : kecelakaan pas ikut proyek di Jakarta.
E : Bagaimana ceritanya ibu bisa sampai di sini?
B : Ceritanya panjang, mbak. (menahan tangis). Dulu saya pas ke
Jakarta selang suami saya meninggal, waktu itu saya kenalan sama seorang
laki-laki namanya Karyo di Grogol, pas dalam perjalanan pulang ke Pemalang. Karyo
dari Kalong (Pekalongan). Dia tanya alamat rumah saya, saya tanya kenapa? Kata
Karyo, ya nanti mungkin dia mau main ke rumah. Saya kasih alamat rumah saya di
Pemalang, mbak. Dua minggu kemudian, Karyo datang, dia bilang mau cari
pembantu. Kebetulan tetangga saya perempuan yang sudah bersuami, hanya saja dia
nggak suka sama suaminya dan berniat pergi dari rumah, mendengar kalau ada
orang mau cari pembantu. Dia datang ke rumah dan tanya ke saya, “Mbak Beng,
katanya ada orang mau cari pembantu ya? Saya ikut, mbak Beng. Saya ingin kerja.”.
kebetulan Karyo ada di situ, dan perempuan itu ikut Karyo ke Surabaya. Beberapa
lama kemudian, ada polisi datang ke rumah saya. Awalnya tanya orang yang
namanya Karyo, ya saya cerita apa adanya, mbak. Polisi cerita kalau tetangga
saya dijual jadi pelacur di Surabaya, tepatnya di Dolly. Dulu saya nggak tahu
Dolly itu apa. Ternyata tempat pelacuran resmi di sana. Tetangga saya sempat
melayani beberapa pelanggan, hanya saja dia nggak dibayar sama germonya. Lalu,
tetangga saya lapor ke polisi. Akhirnya saya yang ditangkap, mbak. Sebagai
ganti karena Karyo kabur, dan belum ditemukan polisi. Kata polisis di
Pekalongan, Karyo sering ditahan di sana. Sebenarnya Karyo yang dipenjara,
mbak. Saya hanya dijebak, tetapi saya terpaksa dipenjara dengan alasan
penipuan.
A : Lalu, bagaimana dengan anak-anak ibu waktu itu?
B : Waktu itu saya baru menyusui, mbak. Ya terpaksa saya tinggal.
Di kampusng saya nggak ada orang yang pernah ditahan, hanya saya saja, itu pun
di jebak. Para tetangga ya kaget semua, mbak. Karena, mendengar saya dipenjara.
Sebelum sampai di Malang, saya dibawa ke Surabaya dulu, mbak. Saya ditahan di
Medaeng tiga bulan, sambil nunggu proses pengadilan.
E : Ibu divonis berapa tahun?
B : Saya divonis 4 tahun penjara, mbak. Saya kaget, lha saya
tiba-tiba diberitahu kalau hukuman saya 4 tahun, padahal saya nggak ikut
persidangan waktu itu, sempat sesekali saja. Selama persidangan tetangga saya
sudah bela saya, mbak. Tapi, mau gimana lagi. Saya harus gantiin si Karyo.
Tapi, kata petugas Lapas hukuman saya dipotong 2 tahun, dapat remisi dari
pemerintah pas Lebaran kemarin. Tapi ya gitu, mbak. Saya harus mengikuti mas percobaan
dulu di penjara. Setelah divonis, saya langsung dibawa ke sini, mbak. (mengusap
pipi, karena menangis)
A : Bagaimana perasaan ibu selama di sini (Lapas) ?
B : Ya, nggak kerasan, mbak. Saya mikirin anak saya terus, rasanya
saya mau mati saja. Saya mikir anak saya kalau nggak da saya bagaimana, bisa
makan apa nggak. Sya stres banget, mbak.
E : kegiatan ibu di sini ngapain aja?
B : di sini ada programnya, mbak. Ada piket. Jadi pagi itu menyapu
dan beres-beres. Kalau sore sya jarang nonton tivi, mbak. Karena saya kerja di kebun,
saya menanam puhung, ketela, kalau sudah panen, dipakai buat tambahan makanan
di penjara. Ada kegiatan sholat berjama’ah, wajib ikut sholat Dhuhur dan
Maghrib.terus pengajian,kalau saya di dalam sel terus ya tambah kepikiran anak
saya. Kalau banyak kegiatan di sini kan enak, bisa nggak terlalu kepikiran
anak-anak. Dibanding dengan dulu ya perasaan saya massih baikan sekarang,
karena sibuk.
A : Bagaimana dengan orang-orang di sini,bu? Teman-temannya maupun
petugasnya?
B : Semuanya baik kok, mbak. Petugasnya sering kasih masukan ke
saya. Kalau teman-temannya juga akur. Malah kita ada arisan mie instan, mbak.
Jadi, siapa yang menang dapat mie banyak lalu kita bagi-bagi, dimakan bersama.
Ketua bloknya juga baik, namanya mami Cindy, dia narapidana dari Surabaya kena
kasus narkoba, dia orang Cina tapi sudah masuk Islam. Blok saya memang terkenal
kompak dan mudah diatur. Nggak kayak blok lain yang susah diatur.
E : Oh, begitu. Baik, ibu. Sekian dari wawancara kami. Terima
kasih atas perhatian dan kesediaan ibu serta kerjasamanya selama proses
wawancara berlangsung. Kami minta maaf apabila ada pertanyaa yang kurang
berkenan di hati ibu.
B : Sama-sama, mbak.
A&E : menyalami B secara bergantian.
KESIMPULAN
Dari kajian teori dan hasil wawancara, disimpulkan bahwa
Ibu Beng mengalami stres mendekati depresi, dikarenakan syok mendapat musibah,
sehingga tertekan dengan keadaan yang ada. Terlebih lagi, ibu Beng harus
meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil. Ibu Beng mengalami gangguan
kecemasan yang lumayan tinggi. Apalagi, Ibu Beng dijebak oleh orang yang baru
dikenalnya. Fenomena tersebut sudah dianggap biasa, karena pada dasarnya
kehidupan di penjara tidak baik bagi kondisi psikologis individu.
Oleh sebab itu, Lapas menyusun dan melaksanakan
program-program guna mengembalikan atau mengurangi kondisi psikologis para tahanan
dan narapidana yang tidak baik kondisi psikisnya. Misalnya saja seperti
kegiatan sholat berjama’ah, pengajian, sharing, bekerja sesuai dengan piket,
mebuat kerajinan tangan dan memproduksi kecap yang bisa dijual untuk umum.
Dengan kegitaan tersebutm setidaknya berakibat baik bagi kondisi psikologis
para tahanan dan narapidananya. Sikap pegawai yang baik menunjang hubungan
emosional yang baik antara pegawai dengan tahanan dan narapidana.
I.
Pengertian
Wawancara
Wawancara adalah metode
pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan
sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan (Hadi, 1993).
Wawancara adalah
perbincangan yang menjadi sarana untuk mendapatkan informasi tentang orang lain
dengan tujuan penjelasan atau pemahaman tentang orang tersebut dalam hal
tertentu.
II.
Alasan
Menggunakan Wawancara
Beberapa situasi ketika alat
ukur tidak dapat digunakan antara lain yaitu:
•
subyek buta
huruf.dan terlalu muda untuk merespon alat tes
•
topik yang
diukur bersifat pribadi, individual, rahasia.
•
Situasi-situasi
tersebut membutuhkan pendekatan yang lebih bersifat personal.
III.
Tujuan
dan Fungsi Wawancara
1.
Pengukuran Psikologis
Data
yang diperoleh dari wawancara akan diinterpretasi dalam rangka mendapat
pemahaman tentang subyek dalam rangka melakukan diagnosis permasalahan subyek
dan usaha mengatasi masalah tersebut.
2.
Pengumpulan
Data Penelitian
a. Pengumpulan Data Penelitian Kuantitatif
Informasi dikumpulkan untuk mendapatkan penjelasan mengenai suatu
fenomena. Data dikumpulkan dengan cara wawancara karena kuesioner atau alat
ukur yang lain tidak dapat diterapkan pada subyek-subyek tertentu, atau ada
kekhwatiran responden tidak mengisi atau kuesioner atau alat ukur yang lain
atau responden tidak mengembalikannya kepada peneliti.
b. Pengumpulan Data Kualitatif
Informasi yang diperoleh digunakan untuk mendapatkan
pemehaman tentang suatu fenomena yang diteliti. Wawancara menjadi bagian dari penelitian
survey ketika alat-alat ukur lain seperti kuesioner dianggap tidak mampu
menangkap secara lebih mendalam informasi dari responden. Informasi
bersifat kualitatif dan mendalam sehingga bersifat individual.
IV.
Kecakapan
dalam Wawancara
1.
Persiapan dalam Wawancara
1) Menjalin
hubungan baik (rapport) dengan orang yang diwawancarai;
2) Melatih
kemahiran dan ketangkasan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan kecakapan memancing
jawaban yang adequate;
3) Menentukan subyek;
4) Mengatur waktu dan tempat
wawancara;
5) Membuat guide interview
atau pedoman wawancara;
6) Try
out preliminer;
7) Checking terhadap
kemampuan dan ketelitian jawaban.
2.
Strategi Wawancara
1) Memantapkan Rapport;
2) Menunjukkan Minat;
3) Menangani Kecemasan;
4) Mendorong Komunikasi.
3.
Faktor yang menghambat dan mendukung komunikasi
dalam wawancara
v Penghambat komunikasi
1) Keperluan yang berkompetisi,
pewawancara merasa tergesa-gesa karena ada keperluan lain;
2) Etiket,
orang yang diwawancara yakin bahwa suatu respon akan tidak dibenarkan;
3) Trauma,
orang yang diwawancara mengalami kembali sakit yang dirasakan ketika mengungkap
persaan yang tidak menyenangkan berkaitan dengan pengalaman krisis;
4) Melupakan,
orang yang diwawancara tidak dapat mengingat beberapa informasi;
5) Kekacauan kronologis,
orang yang diwawancara mengalami kekacauan dengan urutan pengalamnnya;
6) Kekacauan kesimpulan,
orang yang diwawancara memberikan informasi yang tidak akurat dan membingungkan
karena dia membuat kesimpulan yang salah;
7) Perilaku tidak sadar, orang
yang diwawancara tidak sadar akan perilaku yang tidak disadarinya.
v Pendukung komunikasi
1) Memenuhi harapan,
orang yang diwawancara mencoba untuk konform dengan harapan pewawancara seperti
yang dikomunikasikan secara verbal dan non verbal;
2) Rekognisi,
pewawancara mencoba untuk memberi
rekognisi yang tulus (penerimaan, pujian, penghargaan) ketika ada
kesempatan yang tepat;
3) Kebutuhan untuk dibimbing,
kebutuhan untuk dibimbing akan memotivasinya untuk memberikan informasi;
4) Pemahaman empatik,
keinginan orang yang diwawncarai untuk dipahami dan didengarkan dengan simpatik
akan mendukung wawancara, terutama ketika sikap empatik pewawancara diarahkan
pada tujuan wawancara;
5) Katarsis,
kebutuhan orang yang diwawancara untuk katarsis (melepaskan diri dari
ketegangan dengan cara menceritakan sumber ketegangan dan mengekspresikan
perasaan) meningkatkan spontanitas wawancara ketika iklim penuh pemahaman yang
empatik sudah terbentuk.
4.
Ketrampilan
Wawancara
1) Mendengarkan;
2) Mengamati Suara dan Pembicaraan;
3) Mengamati Perilaku
Non Verbal;
Perilaku non
verbal
|
Kemungkinan makna
|
Kontak mata langsung
|
Kesiapan atau
kesediaan untuk berkomunikasi interpersonal, perhatian
|
Menatap orang
atau obyek terus menerus
|
Menantang,
konfrontatif, cemas, kekakuan
|
Bibir terlipat
|
Stress,
kemarahan, kekerasan, keras kepala
|
Menggeleng
|
Tidak setuju,
tidak terima, tidak percaya
|
Duduk memutar badan dari pewawancara
|
Kesedihan,
tidak berani, menolak diskusi
|
Gemetar, tangan nervous
|
Kecemasan,
kemarahan
|
Mengetuk-ketukkan kaki
|
Ketidaksabaran,
kecemasan
|
Berbisik
|
Kesulitan
menceritakan topik
|
V.
Aspek-Aspek Penting pada Relasi Ibu-Anak
Masalah penting
yang harus dihadapi wanita dalam melaksanakan fungsi reproduksi itu dimulai
dengan kehlamilan dan kelahiran bayi sampai pada pemeliharaan anak. Tugas paling
berat bagi ibu muda tersebut ialah menciptakan unitas atau kesatuan yang
harmonis di antara diri sendiri dengan anaknya. Dengan kata lain, ibu tersebut
harus mampu “memanunggalkan diri” atau mengidentifikasikan diri secara selaras
dengan bayi dan anaknya.
Jika ibu tersebut
mengabdikan diri sepenuhnya pada tugas-tugass pelanggengan jenis manusia saja,
dan segenap aspek kehidupan jiwanya dipenuhi tugas-tugas memelihara spesies
manusia secara ekslusif, maka pasti dia akan kehilangan individualitasnya.
Tugas-tugas keibuan
untuk mengabdi pada proses pelestarian spesies itu berlangsung sejajar dengan
usia serta perkembangan anaknya. Misalnya saja, semua kegiatan ibu pada periode
pertama dan bayinya akan terpusat pada pemeliharaan jasmani bayinya, khususnya
pada kegiatan menyusui. Pada saat tersebut, dorongan untuk mempertahankan
unitas dengan bayinya ternyata sangat kuat, dan usaha untuk melindungi bayinya
mencapai titik kulminasi. Sebab ketidakberdayaan anaknya justru mengundang satu
appel terhadap ibunya, dan memperkuat unitas ibu anak selama periode menyusui
ini.
Tugas selanjutnya
dari ibu ialah : mendidik anaknya. Sebab di samping pemeliharaan fisik, kini ia
harus melibatkan diri dalam menjamin kesejahteraan psikis anaknya, agar anak
mampu mengendalikan instink-instinknya, untuk bisa menjadi manusia beradab.
Sebab, jika si anak terlalu dibiarkan lepas bebas serta dikuasai oleh
dorongan-dorongan instinktifnya yang primitif, maka ia bisa menjadi liar, tidak
terkendali, dan tidak disiplin.
Sekarang dapat
dimengerti, bahwa segala macam kesulitan pada pribadi anak itu pada hakekatnya
bersumber pada kesulitan orangtuanya, khususnya kesulitan ibunya. Sehubungan
hal ini, wawasan jernih mengenai proses-proses psikologis dari ibu-ibu muda itu
menjadi bagian paling penting dalam pedagogik (ilmu mendidik) modern pada zaman
sekarang. Sebabnya ialah ibu-ibu itu mempunyai relasi dan pengaruh langsung
kepada anaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Butuh banget masukan dan komentar yg membangun, trims yaaa... :)