Pendahuluan
Gejala-gejala kejiwaan mungkin merupakan hal yang
sangat penting dibahas di dalam mata kuliah Psikologi, hal ini untuk mengetahui
kepribadian atau tingkah laku abnormal manusia.
Film Analyze
That, kita bisa mengetahui gejala-gejala kejiwaan dan abnormalitas
manusia. Apabila kita mereview film tersebut kita akan memahami suatu gejala
yang dimiliki manusia. Karena itu review ini dibuat, untuk memahami apa saja
yang di perbuat seorang psikiater yang mengobati pasiennya yang mengalami
gangguan kejiwaan. Dan beberapa tes-tes yang digunakan untuk memahami gejala
kejiwaan yang di miliki pasiennya.
Beberapa gejala abnormalitas dan gangguan kejiwaan,
yaitu:
1) Gangguan fungsional
2) Gangguan kesadaran
3) Gangguan pengamatan
4) Depersonalisasi, derealisasi dan gangguan psikotis
terhadap Kesadaran AKU/Ego
5) Gangguan berfikir
6) Gangguan pada intelegrasi
7) Gangguan pada ingatan
8) Gangguan perasaan
9) Sindrom-sindrom dan beberapa fenomena penyakit jiwa
10) Dekompensasi psikotis
11) Psikoterap
REVIEW FILM
Mob
boss Paul Vitti (ROBERT DE NIRO) ternyata sedang mengalami tingkat stress yang
sangat tinggi hingga ia pun harus dirawat di rumah sakit jiwa. Seorang bos
mafia yang seharusnya bertanggung jawab terhadap anak buahnya dan mengurus
bisnisnya kini seperti memiliki dunia sendiri. Berbicara sendiri, tertawa, menangis
tanpa diketahui penyebabnya. Hingga kemudian Ben Sobel (BILLY CRYSTAL), sang
psychotherapist nya sejak awal pun mau tidak mau harus turun tangan untuk
membantunya. FBI pun sangat membutuhkan informasi darinya mengenai bisnis yang
dijalani Paul Vitti. Di sini kita bisa tertawa kocak dalam akting berlagak
serius-nya Robert De Niro dan Billy Cristal,dan buat penggemar mob movie, film
ini bisa dijadikan alternatif penyegaran.
Paul
Vitti adalah seorang bos mafia yang telah masuk penjara. Tetapi pada saat Paul
Vitti hampir keluar penjara, ada 2 mafia yang memiliki masalah dan mereka
sangat tidak menyukai Paul Vitti apabila keluar dari penjara, karena mereka
takut Vitti akan membantu salah satu pihak. Sehingga mafia tersebut mencoba
untuk membunuh Paul Vitti, sebelum Paul Vitti keluar dari penjara. Hal tersebut
membuat Paul Vitti depresi atas percobaan pembunuhan dia di dalam penjara,
sehingga dia takut tinggal di penjara. Dia mencoba menghubungi psikiaternya
yaitu Dr. Ben Sobel dan meminta pertolongan, tetapi dia mendapatkan respon
negatif dari Dr. Sobel.
Dirumahnya
Dr. Ben Sobel didatangi oleh FBI, FBI meminta Dr. Sobel untuk datang ke penjara
untuk melihat kondisi Paul Vitti. Setelah Dr. Sobel datang ke penjara, dia
melihat Vitti melakukan hal-hal yang aneh. Beberapa tes syaraf dan tes
psikologi seperti tes rossack, TAT dan lain-lain hanya untuk mengetahui
penyakit yang diderita oleh Vitti. Setelah melakukan tes tersebut, Dr. Ben
Sobel menemui kepala FBI dan mengatakan bahwa Vitti menderita kegilaan
sementara atau gangguan schizophrenia.
Dr. Ben Sobel meminta agar Paul Vitti dikeluarkan dari penjara agar penyakitnya
tidak menjadi parah, dan mendapatkan perawatan yang tepat agar dia bisa sembuh
dari penyakitnya. Kepala FBI meminta Dr. Ben Sobel untuk merawat dan menangani
Vitti secara langsung di rumahnya. Dr. Ben Sobel menolak, tetapi dengan bujukan
Kepala FBI dia mau merawat Vitti di rumahnya.
Akhirnya
Paul Vitti dibawa ke rumah Dr. Ben Sobel, ternyata Paul Vitti tidak mengalami
gangguan kejiwaan, Vitti hanya berpura-pura mengalami gangguan kejiwaan, dia
melakukan itu hanya untuk bisa keluar dari penjara dan bisa mendapatkan
keamanan di rumah Dr. Sobel. Walaupun Paul Vitti tidak mengalami gangguan jiwa,
Dr. Ben Sobel masih merawat Vitti dengan tujuan untuk merubah kepribadian Vitti
menjadi lebih baik. Kemudian Dr. Ben Sobel melakukan analisa sejarah masa kecil
Vitti, ini dilakukan untuk membantu Dr. Sobel merubah kepribadian Vitti.
Setelah mengetahui sejarah masa kecil Vitti seperti cita-cita masa kecilnya,
Dr. Sobel memberikan nasehat kepada Vitti bahwa ayah Vitti ingin menjadikan
anaknya seorang pahlawan, bukan seperti ayahnya yang seorang mafia. Setelah
mendengarkan perkataan dari Dr. Sobel, Vitti mau melakukan apa saja agar dia
bisa menjadi orang baik. Dr. Sobel mencoba memberikan pekerjaan pada Vitti,
tetapi Vitti cepat berhenti, karena dia merasa bahwa pekerjaan itu tidak cocok
dengannya, karena sifat atau pikiran jahat dia timbul saat kerja.
Karena
merasa tidak dapat berubah, Paul Vitti bermaksud tinggal di rumah Jelly, teman
baiknya. Tetapi Vitti dilarang pindah oleh Dr. Sobel dan dia bertanya kenapa
Vitti ingin pindah. Paul Vitti bercerita bahwa dia bermimpi buruk lagi, dimana
Dr. Ben Sobel menjadi Sigmund Freud dan Paul Vitti menjadi anak berumur 16
tahun, dimana dia dikeroyok oleh beberapa raksasa, dia mencoba melawan raksasa
tersebut. Tetapi pedang Vitti melemas. Dia bertanya tentang arti mimpi tersebut
kepada Dr. Ben Sobel. Dr. Sobel menganalisis bahwa mimpi tersebut mempunyai
arti bahwa Vitti mengalami gangguan di seksnya. Paul Vitti mengalami depresi
berat yang menyebabkan dia selalu takut dengan keadaan, dengan alasan takut
dibunuh. Dr. Ben Sobel memberi tahu kepada Vitti tentang seorang produser film
yang ingin bertemu dengan Vitti. Setelah Vitti bertemu dengan produser film itu
di restaurant, Vitti diserang oleh seseorang yang tidak dikenal yang ingin
membunuh Vitti. Tapi Vitti selamat dan menculik orang yang ingin membunuh dia.
Vitti bertanya pada orang tersebut siapa yang menyuruhnya untuk membunuh dia.
Orang tersebut berkata bahwa Lou Si kunci yang menyuruhnya untuk membunuh dia.
Akhirnya
Paul Vitti bekerja di dunia film, dia berencana untuk mencuri emas dan mencoba
untuk menyelesaikan masalahnya dengan Lou biar dia tidak dibunuh lagi. Sewaktu
Vitti memasang rencana Petti datang dan menawarkan Vitti untuk masuk ke
kelompok mafia Petti. Tetapi Vitti menolaknya, Petti memberikan syarat
padaVitti agar anak buahnya dimasukkan di dalam rencana Vitti, Vitti menyetujui
syarat tersebut, setelah Petti pergi, Lou Si kunci datang. Lou menawarkan Vitti
untuk masuk ke anggota mafianya, apabila Vitti menolak maka Vitti akan dibunuh,
tetapi Vitti tetap menolak tawaran tersebut, Sehingga Lou berjanji akan
membunuh Vitti.
Vitti
meminta bantuan kepada Jelly untuk memanggil teman-teman mafianya, untuk
membantu Vitti menjalankan rencana yang dibuat Vitti. Sewaktu dia mau
menjalankan rencana tersebut Dr. Sobel datang. Dr. Sobel sangat tidak
menyetujui rencana yang dibuat Vitti, tetapi Vitti tetap bersih keras untuk
menjalankan rencana tersebut. Akhirnya Dr. Sobel terpaksa ikut, karena apabila
dia tidak ikut maka dia akan dibunuh oleh anak buah Petti, karena dianggap
sebagai mata-mata.
Sewaktu
proses pencurian emas, Dr. Ben Sobel gelisah dan takut masuk penjara. Dr. Ben
Sobel meminta Vitti menenangkan dia dengan cara yang sama saat Dr. Sobel
menenangkan Vitti. Pada saat pencurian emas selesai, anak buah Petti
menghianati Vitti. Dia bermaksud ingin mengambil semua emas yang telah dicuri
Paul Vitti. Di saat tak terduga Dr. Ben Sobel marah, dan dia memukul anak buah
Petti tersebut sampai babak belur. Setelah orang tersubut dipukul oleh Dr.
Sobel, Vitti menaruh orang tersebut bersama temannya di mobil emas. Vitti
bermaksud ingin orang itu bersama temannya dianggap sebagai pencuri emas itu
oleh polisi dan menangkap orang itu bersama temannya.
Sebagian
emas yang dicuri Vitti, diletakkan di dalam mobil boks dan mobil itu ditaruh di
bagasi mobil Lou. Hal ini bertujuan agar Lou Si kunci dimasukkan penjara dengan
alasan otak pencuri emas dengan bukti emas yang ada di dalam bagasi mobil Lou.
Setelah
rencana itu selesai Paul Vitti mengajak Dr. Ben Sobel untuk mengadakan reuni,
setelah Vitti bertemu dengan Dr. Sobel, Vitti berkata ingin meninggalkan
kehidupannya di mafia dan mencoba membuka kehidupan baru. Dr. Sobel senang
mendengarnya dan menyetujui rencana tersebut, mereka berpisah dan mencoba
membuka kehidupan baru.
Penekanan psikomovie
dalam teknik wawancara
Berdasarkan
psikomovie yang ditayangkan, titik tekan kita lebih pada wawancara yang ada di
dalamnya. Wawancara yang terdapat dalam psikomovie tersebut yakni berupa
wawancara tidak terstruktur atau tidak terpola. Ketidakstrukturan atau
ketidakterpolaan wawancara tersebut terlihat dalam adegan yang hanya berkutat
pada pertanyaan-pertanyaan yang bersifat bebas dan tidak terpola, dengan kata
lain orang yang melakukan wawancara tersebut dengan bebas mengajukan berbagai
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat kondisional. Selain itu, pewawancara dalam
psikomovie tersebut dikendalikan oleh narasumber atau obyek yang di wawancarai.
Hal ini terlihat jelas dalam bentuk berbagai pertanyaan-pertanyaan yang telah
diajukan kepada obyek yang diwawancarai. Pewawancara dalam hal ini yang
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dimulai dari pertanyaan yang bisa dibilang
bentuk pertanyaan yang sesuai kondisi subyek. Jelasnya pewawancara menanyakan
semacam kegiatan yang pada intinya pertanyaan tersebut tidak terlalu menekankan
pada aspek wawancara yang terstruktur. Berbagai pertanyaan yang muncul dalam
dialog psikomovie tersebut semacam kegiatan apa yang akan subyek lakukan pada
saat ini. Kemudian dari pada itu pewawancara juga mengajuka pertanyaan yang
terkait dengan kesukaan dari subyek. Selanjutnya pertanyaan yang muncul dalam
dilog psikomovie tersebut juga mengarah atau menuju pada pertanyaan siapa
subyek. Sehingga dalam dialog psikomovie tersebut tidak berurutan dan
sistematika yang digunakan oleh pewawancara tidak sama dengan metode wawancara
yang terpola atau terstruktur. Sehingga terkadang pada akhirnya subyek dalam
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara bersifat konsional. Tidak
mengherankan pula jawaban subyek terkadang tidak sistematik atau tidak
terstruktu dengan baik. Fakta lain yang membuktikan bahwsannya metode wawancara
yang diterapkan dalam psikomovie tersebut bersifat tidak terpola atau tidak
terstruktur karena pewawancara dalam hal ini dikendalikan oleh subyek yang
diwawancarai. Sehingga fokus dari pewawancara sendiri tidak sesuai dengan
keinginan yang menjadi harapan baginya.
Dalam proses wawancara, seharusnya
antara pewawancara dengan subyek yang akan dijadikan obyek wawancara harus ada
jarak. Pengertian jarak dalam hal ini diartikan bahwa ada kejelasan atau karakteristik
yang berebda antara pewawancara dengan calon yang akan diwawancara. Dalam hal
ini pihak pewawancara harusnya yang mengatur ritme atau sistematika wawancara
yang diterapkan. Dengan kata lain harus ada perbedaan-perbedaan yang sangat
jelas antara pewawancara dengan subyek yang akan diwawancara. Akan tetapi hal
yang demikian ini tidak terlihat atau bahkan pewawancara sendiri dikendalikan
oleh pihk yang akan diwawancara. Kalaupun dalam kenyataan yang begini ini pihak
yang dari subyek yang akan diwawancarai berhasil atau mampu mengendalikan
pewawancara maka sudah barang tentu wawancara yang dilakukan akan berantakan
karena lemahnya pewawancara sendiri dalam
menjalankan atau mengatur ritme wawancara yang ditentukan. Sehingga pada
akhirnya nanti wawancara yang telah dilakukan akan tercermin dan terlihat jelas
metode apa yang digunakan dalam proses wawancara.
LANDASAN TEORI
Post-power syndrome, adalah gejala
yang terjadi di mana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya
(karirnya, kecantikannya, ketampanannya, kecerdasannya, atau hal yang lain),
dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini. Seperti Vitti
yang merasa terganggu dengan masa lalunya sebagai bos mafia.
Bila seorang penderita post-power syndrome dapat
menemukan aktualisasi diri yang baru, hal itu akan sangat menolong baginya. Seperti
yang dilakukan Dr. Sobel untuk mencoba menghilangkan rasa takut dibunuh oleh anggota
mafia dengan memberikan suatu pekerjaan.
Psikopat (pribadi
sosiopatik, pribadi yang yang antisosial/dissosial),
ialah bentuk kekalutan mental ditandai tidak adanya pengorganisasian dan
pengintegrasian pribadi; orangnya tidak pernah bisa bertanggung jawab secara
moral, selalu konflik dengan moral sosial dan hukum (karena sepanjang hayatnya
dia hidup dalam lingkungan sosial yang abnormal dan immoral).
Vitti
mempunyai sikap aneh; sering berbuat kasar, kurang ajar dan ganas buas terhadap
siapapun, tanpa sesuatu sebab. Sikapnya selalu tidak menyenangkan orang lain
dan menyakitkan hati. Sering bertingkah laku kriminil.
Vitti
juga mempunyai gejala Psikoneurosa,
adalah bentuk gangguan/kekacauan/penyakit fungsional pada sistem syaraf,
mencakup pula desintegrasi sebagian dari kepribadian, khususnya terdapat
berkurang atau tidak adanya kontak antara pribadi dengan sekitar, walaupun
orangnya masih memiliki wawasan/insigth. Hal ini dapat dilihat dari tingkah
laku Vitti seperti: 1) Ketakutan yang terus-menerus dan sering tidak rasional.
2) Ketidakkimbangan pribadi. 3) Konflik-konflik internal yang serius; khususnya
yang sudah dimulai sejak kanak-kanak. 4) Kurang adanya usaha dan kemauan. 5)
Lemahnya pertahanan-diri (memakai defence mechanism yang negatif). 6) Ada tekanan-tekanan
sosial dan tekanan-tekanan kultural yang sangat kuat, sehingga menyebabkan
mental brekdown.
Psikastenia
merupakan tipe psikoneurosa yang ditandai oleh reaksi-reaksi kecemasan,
dibarengi kompulsi, obsessi, dan ketegangan-ketegangan fobik (akibat fobia).
Hal ini dapat dari tingkah laku Vitti seperti: 1) ketakutan-ketakutan yang
abnormal dan tidak riil, 2) merasa dikejar-kejar, tidak tenang, merasa selalu
terganggu, penuh ketegangan, seperti mau gila(kalau malam mendapat mimpi-mimpi
yang menakutkan). 3) tingkah laku paksaan untuk berbuat sesuatu yang tidak bisa
ditahan, 4) dibarengi perasaan-perasaan bersalah dan berdosa. Merasa tidak aman
dan merasa selalu tidak mampu atau tidak bisa.
KESIMPULAN
Sehat dan sakit merupakan gejala
universal, terjadi sepanjang sejarah manusia dan dikenal di semua kebudayaan.
Hanya saja untuk merumuskan secara eksak tidak mungkin dicapai. Sehat mengandung pengertian keadaan
yang sempurna secara biopsikososial, lebih dari sekedar terbebas dari penyakit
aau kecacatan. Sakit juga mengandung makna biopsikososial yang meliputi konsep
disease (berdimensi biologis), illness (berdimensi psikologis) dan sickness
(berdimensi sosiologis). Faktor subjektif dan kultural turut menentukan konsep
sehat dan sakit.
Kesehatan pada prinsipnya berada pada
rentangan yang kontinum, yaitu diantara titik yang benar-benar sakit dan titik
benar-benar sehat. Kesehatan seseorang atau masyarakat ini dapat diupayakan
ditingkatkan statusnya, dari yang kurang sehat menjadi lebih sehat, atau sebaliknya.
Orang dewasa merupakan kelompok usia
yang perlu memperoleh perhatian dari berbagai bidang keilmuan. Sehubungan
dengan peningkatan status gizi dan perawatan kesehatan, maka harapan hidup
lebih lama dan dampaknya jumlah kalangan orang dewasa dan lansia proporsinya
juga meningkat. Namun demukian, problem-problem kesehatan, khususnya kesehatan
mental di kalangan mereka juga makin kompleks.
Sejalan dengan kondisi biopsikososial,
khususnya di kalangan dewasa bahwa penurunan kemampuan organik, terjadinya kompensasi
psikologis, dan penurunan dalam hubungan sosial, maka problem di bidang
kesehatan mental tidak terelakkan. Hanya ssaja sering terjadi gangguan yang
bersifat terselubung, yaitu tampak gangguan secara fisik, tetapi sebenarnya
yang terjadi adalah gangguan psikis. Karena itu tidak mudah untuk mngetahui
seberapa besar gangguan mental pada mereka ini.
Orang dewasa dan lanjut usia termasuk
kelompok yang memiliki berbagai masalah dengan kesehatan mental. Orang dewasa,
yaitu yang usianya di bawah 55 tahun, banyak mengalami masalah sehubungan
dengan problem keluarga dan pekerjaan. Yang sangat banyak dihadapi oleh mereka
adalah konflik-konflik keluarga, peran sosial keluarganya, pengasuhan anak,
pertanggungjawaban sosial ekonomi keluarga, dan dunia kerja. Karena berbagai
faktor yang dihadapi orang dewasa, mereka tidak terbebaskan dari berbagai
problem mental. Justru banyak sekali gangguan-gangguan mental yang terjadi pada
masa dewasa ini, misalnya gangguan kepribadian, psikotik karena penggunaan zat,
skizofrenia, dan sebagainya. Prevalansi gangguan mental di kalangan orang
dewasa berkisar antara 10-20%. Karena itu, problem kesehatan mental di kalangan
mereka juga masalah besar di bidang kesehatan mental. Di kalangan orang lanjut
usia, problem kesehatan mental juga perlu memperoleh perhatian. Karena
terjadinya penurunan relasi sosial dan peran-peran sosial, dan kemungkinan
adanya faktor genetik.
Sehubungan dengan berbagai kondisi
mental itu, maka kalangan orang dewasa perlu memperoleh perhatian khusus dalam
penanganan kesehatan mentalnya. Berbagai gangguan yang dihadapi mereka tidak
cukup dilakukan pengobatan, tetapi harus ada usaha-usaha preventif, yang
dilakukan berbasis pada masyarakat. Preventif itu untuk menghindari terjadinya
resiko lebih buruk lagi di kalangan dewasa dalam hal ini sehubungan dengan
kesehatan mentalnya. Preventif dilakukan dengan melibatkan banyak pihak,
termasuk keluarganya sendiri.
Daftar Referensi :
Latipun. 2005.
Kesehatan Mental Edisi Keempat. Malang. Universitas Muhammadiyah Malang Press.
Kartono,
Kartini. 1989. Psikologi Abnormal dan
Abnormalitas Seksual. Bandung. Mandar Maju.
Sunberg, D.
Norman, dkk. 2007. Psikologi Klinis Edisi Keempat. Yogyakarta. Pustaka Belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Butuh banget masukan dan komentar yg membangun, trims yaaa... :)